John P Kotter, profesor
dari Harvard Business School, boleh dibilang guru manajemen dan kepemimpinan paling terkenal saat ini. Buku-buku
dan karyanya masih menjadi rujukan dalam ilmu manajemen modern.
Padahal sesungguhnya,
jauh sebelum Kotter menyampaikan berbagai gagasannya, Ki Hajar Dewantara sudah
lebih dulu memberikan landasan dan wisdom kepemimpinan. Pendiri Taman Siswa itu
mengajarkan kearifan pemimpin melalui ungkapannya: ing ngarsa sung tulada, ing
madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Esensinya kurang lebih
sama dengan tiga peran leader versi Profesor Kotter: visioning, integrating dan
motivating.
Aplikasinya di lapangan
telah membuat perusahaan kami dianugerahi penghargaan khusus dalam Indonesian
Most Admired Knowledge Enterprise (MAKE) Study 2011 sebagai the most admirable
leadership through local wisdom.
Bagi kami di Tigaraksa
Satria, petuah kepemimpinan ala Ki Hajar ini merupakan kearifan lokal yang
masih relevan sebagai basis pengelolaan perusahaan modern.
Pertama, pemimpin harus
bisa berada di depan memberikan direction yang jelas.
Kedua, pemimpin harus
walk the talk melalui kerja sama yang baik dengan anggota tim dan pihak lain
yang terlibat.
Ketiga, pemimpin mesti
bisa memberikan motivasi, inspirasi dan menjadi panutan bagi yang berada di
bawahnya.
Pemimpin memang
seharusnya bisa berada di semua lini. Di depan, di tengah, sampai di belakang. Menjadi seorang leader yang
terpenting adalah memiliki karakter (trait) kepemimpinan dan lalu diwujudkan
dalam perilaku. Pemimpin dengan karakter dan perilaku kepemimpinan akan menjadi
panutan bagi anggota timnya. Jika pemimpin tidak jujur dan suka korupsi dan
nepotisme (KKN), anggota tim juga akan mencontoh apa yang dilakukannya.
Pemimpin tersebut sulit untuk menghukum atau bersikap tegas karena hal yang
sama juga dilakukannya.
Kemudian, pemimpin
harus bisa menjadi penyelaras dan mampu menjalin hubungan baik secara
horizontal dan vertikal. Bekal untuk ini adalah kemampuan memahami diri sendiri
dan orang lain atau berempati. Persoalan mudah akan menjadi besar jika hubungan
tidak baik. Dan sebaliknya, persoalan sulit bisa menjadi lebih mudah dipecahkan ketika ada hubungan
baik.
Yang terakhir, pemimpin
harus memiliki visi ke depan dan mampu menerjemahkannya sehingga ada shared
vision. Visi tersebut menjadi alat pemersatu dan direction bagi anggota timnya.
Di dunia ini tentu saja
tidak ada sesuatu yang selalu lancar tanpa hambatan all of the time. Apalagi
sebagai pemimpin yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan value kepada
semua stakeholders.
Oleh sebab itu, prinsip
menjunjung tinggi sikap fair dan objektif, mengedepankan integritas serta tidak
berhenti terus melakukan perbaikan dan inovasi, menjadi cara paling tepat untuk
mengatasi berbagai hambatan yang kita hadapi.
Bagaimana pun, saya
menghargai semua momen yang terjadi dalam diri saya, baik keberhasilan maupun
kegagalan.
Oleh.
Lianne Widjaja
Presiden Direktur PT Tigaraksa Satria Tbk
Lianne Widjaja
Presiden Direktur PT Tigaraksa Satria Tbk
0 komentar:
Posting Komentar