Jumat, 07 Desember 2012

Ki Hajar dan Profesor Kotter


John P Kotter, profesor dari Harvard Business School, boleh dibilang guru manajemen  dan kepemimpinan paling terkenal saat ini. Buku-buku dan karyanya masih menjadi rujukan dalam ilmu manajemen modern.

Padahal sesungguhnya, jauh sebelum Kotter menyampaikan berbagai gagasannya, Ki Hajar Dewantara sudah lebih dulu memberikan landasan dan wisdom kepemimpinan. Pendiri Taman Siswa itu mengajarkan kearifan pemimpin melalui ungkapannya: ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Esensinya kurang lebih sama dengan tiga peran leader versi Profesor Kotter: visioning, integrating dan motivating.

Aplikasinya di lapangan telah membuat perusahaan kami dianugerahi penghargaan khusus dalam Indonesian Most Admired Knowledge Enterprise (MAKE) Study 2011 sebagai the most admirable leadership through local wisdom.

Bagi kami di Tigaraksa Satria, petuah kepemimpinan ala Ki Hajar ini merupakan kearifan lokal yang masih relevan sebagai basis pengelolaan perusahaan  modern. 

Pertama, pemimpin harus bisa berada di depan memberikan direction yang jelas.

Kedua, pemimpin harus walk the talk melalui kerja sama yang baik dengan anggota tim dan pihak lain yang terlibat.

Ketiga, pemimpin mesti bisa memberikan motivasi, inspirasi dan menjadi panutan bagi yang berada di bawahnya.

Pemimpin memang seharusnya bisa berada di semua lini. Di depan, di tengah, sampai di belakang. Menjadi seorang leader yang terpenting adalah memiliki karakter (trait) kepemimpinan dan lalu diwujudkan dalam perilaku. Pemimpin dengan karakter dan perilaku kepemimpinan akan menjadi panutan bagi anggota timnya. Jika pemimpin tidak jujur dan suka korupsi dan nepotisme (KKN), anggota tim juga akan mencontoh apa yang dilakukannya. Pemimpin tersebut sulit untuk menghukum atau bersikap tegas karena hal yang sama juga dilakukannya.

Kemudian, pemimpin harus bisa menjadi penyelaras dan mampu menjalin hubungan baik secara horizontal dan vertikal. Bekal untuk ini adalah kemampuan memahami diri sendiri dan orang lain atau berempati. Persoalan mudah akan menjadi besar jika hubungan tidak baik. Dan sebaliknya, persoalan sulit bisa menjadi  lebih mudah dipecahkan ketika ada hubungan baik.

Yang terakhir, pemimpin harus memiliki visi ke depan dan mampu menerjemahkannya sehingga ada shared vision. Visi tersebut menjadi alat pemersatu dan direction bagi anggota timnya.

Di dunia ini tentu saja tidak ada sesuatu yang selalu lancar tanpa hambatan all of the time. Apalagi sebagai pemimpin yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan value kepada semua stakeholders.

Oleh sebab itu, prinsip menjunjung tinggi sikap fair dan objektif, mengedepankan integritas serta tidak berhenti terus melakukan perbaikan dan inovasi, menjadi cara paling tepat untuk mengatasi berbagai hambatan yang kita hadapi.

Bagaimana pun, saya menghargai semua momen yang terjadi dalam diri saya, baik keberhasilan maupun kegagalan.

Oleh.
Lianne Widjaja
Presiden Direktur PT Tigaraksa Satria Tbk

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More