Ombak Bono

Melihat orang berselancar di pantai itu hal yang biasa tapi melihat orang berselancar di arus sungai itu luar biasa.

Catatan sedih BJ. habibie

Pada usianya 74 tahun, mantan Presiden RI, BJ Habibie secara mendadak mengunjungi fasilitas Garuda Indonesia didampingi oleh putra sulung.

Jembatan Megah di Siak

Jembatan Siak, Tengku Agung Sultanah Latifah ini berada di Ibu Kota Kabupaten Siak, Provinsi Riau yang membentang diatas Sungai Siak.

Sukarno Putra Sang Fajar

SUKARNO sesosok Presiden pertama indonesia, yang menguncang dunia, kepribadiannya dan tata cara bahasanya, menandakan beliau adalah sangpemimpin.

Istana Sayap

ISTANA SAYAP awalnya dibangun oleh Sultan Pelalawan ke 29, yakni Tengku Sontol Said Ali (1886 – 1892 M). Sebelum bangunan itu selesai.

Rabu, 24 Oktober 2012

Teori Heckscher-Ohlin


Teori Perdagangan Internasional modern dimulai ketika ekonom Swedia yaitu Eli Hecskher (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasan mengenai perdagangan internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori keunggulan komparatif, yang terdapat dalam bukunya “Interregional and International Trade”. Mereka berdua merupakan pionir teori modern dalam perdagangan internasional dan teorinya kita sebut teori Heckscher-Ohlin atau teori H-O.

Teori ini  mengemukakan kelemahan teori klasik yang mendorong munculnya teori H-O. Teori Klasik Comparative advantage menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam productivity of labor (faktor produksi yang secara eksplisit dinyatakan) antar negara (Salvatore,2004:116). Teori ini tidak memberikan penjelasan mengenai penyebab perbedaaan produktivitas tersebut.

Teori H-O menyatakan penyebab perbedaaan produktivitas karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing negara, sehingga selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu teori modern H-O ini dikenal sebagai ‘The Proportional Factor Theory”. Teori faktor produksi ini terdapat dalam artikel : “The Effect of Foreign Trade on the Distribution of Income”. Selanjutnya negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya. Negara-negara atau daerah-daerah tropik berusaha menspesialisasikan diri mereka dalam produksi serta ekspor barang-barang yang berasal dari pertanian, perkebunan, dan pertambangan, sedangkan negara-negara atau daerah-daerah sedang, yang relatif akan kaya modal, berusaha untuk menspesialisasikan diri mereka dalam produksi serta ekspor barang-barang industri.
Atas dasar inilah H-O, mengemukakan konsepsinya yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
  • .    Bahwa perdagangan internasional/antar negara tidaklah banyak berbeda dan hanya merupakan kelanjutan saja dari perdagangan antar daerah. Perbedaan pokoknya terletak pada masalah jarak. Atas  dasar inilah maka Ohlin melepaskan anggapan (yang berasal dari teori klasik) bahwa dalam perdagangan internasional ongkos transport dapat diabaikan.
  •    Bahwa barang-barang yang diperdagangkan antar negara tidaklah didasarkan atas keuntungan alamiah atau keuntungan yang diperkembangkan (natural and acquired advantages dari Adam Smith) akan tetapi atas dasar proporsi serta intensitas faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang itu. Adasar itu muncul teori proporsi faktor produksi yang dikemukakan oleh H-O.


Penjelasan analisis teori H-O menggunakan dua kurva. Pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang melukiskan total biaya produksi sama serta kurva isoquant yang melukiskan total kuantitas produk yang sama. Teori ekonomi mikro menyatakan bahwa jika terjadi persinggungan antara kurva isoquant dan kurva isocost maka akan ditemukan titik optimal. Sehingga dengan menetapkan biaya tertentu suatu negara akan memperoleh produk maksimal atau sebaliknya dengan biaya yang minimal suatu negara dapat memproduksi sejumlah produk tertentu.


Foxit PDF Editor 2.2.0.0205 Full_Version

aplikasi untuk mengedit PDF
download disini

Rabu, 17 Oktober 2012

Produk Turunan Kelapa Sawit


Produk Turunan Kelapa Sawit merupakan manfaat yang didapat dari pengolahan lebih lanjut dari kelapa sawit yaitu minyak dasar yang dihasilkannya dari kelapa sawit (Crude Palm Oil). Olahan lebih lanjutnya bisa berbentuk Refined Palm Oil maupun produk turunan lainya. Produk-produk ini dibuat berdasarkan spesifikasi kelapa sawit yang di panen yaitu berdasarkan standar mutu internasional meliputi ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnian produk.
Berdasarkan faktor-faktor mutu tersebut, maka didapat hasil pengolahan Kelapa Sawit seperti :

·         Crude Palm Oil
·         Crude Palm Stearin
·         RBD Palm Oil
·         RBD Olein
·         RBD Stearin
·         Palm Kernel
·         Palm Kernel Oil
·         Palm Kernel Fatty Acid
·         Palm Kernel Expeller (PKE)
·         Palm Kernel Pellet
·         Palm Kernel Shell Charcoal
·         Palm Cooking Oil
·         Refined Palm Oil (RPO)
·         Refined Bleached Deodorised Olein (ROL)
·         Refined Bleached Deodorised Stearin (RPS)


Pangsa Produksi dan Konsumsi serta Pemanfaatan Minyak Sawit Industri makanan :
·         Mentega
·         shortening
·         coklat
·         additive
·         es cream
·         pakan ternak
·         minyak goreng


Produk obat – obatan dan kosmetik :

·         Krim
·         shampoo
·         lotion
·         pomade
·         vitamin
·         beta carotene

Industri berat dan ringan :

Industri kulit (untuk membuat kulit halus dan lentur dan tahan terhadap tekanan tinggi atau temperatur tinggi), cold rolling and fluxing agent pada industri perak, dan juga sebagai bahan pemisah dari material cobalt dan tembaga di industri logam.

Industri kimia :

Bahan kimia yang digunakan untuk detergen, sabun, dan minyak. Sisa - sisa dari industri minyak sawit, dapat digunakan sebagai bahan bakar boiler, bahan semir furniture, bahan anggur. Selain itu, pemanfaatan Kelapa Sawit berupa ampas tandan kelapa sawit merupakan sumber pupuk kalium dan berpotensi untuk diproses menjadi pupuk organik melalui fermentasi (pengomposan) aerob dengan penambahan mikroba alami yang akan memperkaya pupuk yang dihasilkan. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) mencapai 23 % dari jumlah pemanfaatan limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik sehingga memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi. Bagi perkebunan kelapa sawit, dapat menghemat penggunaan pupuk sintetis sampai dengan 50 %.

Pemanfaatan ini sesuai spesifikasi kebutuhan produk, maka dapat diturunkan lagi menjadi :

1. Produk turunan CPO. Produk turunan CPO selain minyak goreng kelapa sawit, dapat dihasilkan margarine, shortening, Vanaspati (Vegetable ghee), Ice creams, Bakery Fats, Instans Noodle, Sabun dan Detergent, Cocoa Butter Extender, Chocolate dan Coatings, Specialty Fats, Dry Soap Mixes, Sugar Confectionary, Biskuit Cream Fats, Filled Milk, Lubrication, Textiles Oils dan Bio Diesel. Khusus untuk biodiesel, permintaan akan produk ini pada beberapa tahun mendatang akan semakin meningkat, terutama dengan diterapkannya kebijaksanaan di beberapa negara Eropa dan Jepang untuk menggunakan renewable energy.

2. Produk Turunan Minyak Inti Sawit. Dari produk turunan minyak inti sawit dapat dihasilkan Shortening, Cocoa Butter Substitute, Specialty Fats, Ice Cream, Coffee Whitener/Cream, Sugar Confectionary, Biscuit Cream Fats, Filled Mild, Imitation Cream, Sabun, Detergent, Shampoo dan Kosmetik.

3. Produk Turunan Oleochemicals kelapa sawit. Dari produk turunan minyak kelapa sawit dalam bentuk oleochemical dapat dihasilkan Methyl Esters, Plastic, Textile Processing, Metal.

Riau Dengan Potensi Ekonominya

A.  Sejarah Provinsi Riau
Secara etimologi, asalkata Riau berasal dari kata  Rio dalam bahasa Portugis dapat bermakna sungai, dan tercatat pada tahun 1514, ada sebuah ekspedisi militer Portugis dikirim menelusuri sungai Siak dengan tujuan mencari lokasi dari sebuah kerajaan yang diyakini mereka ada pada kawasan sungai tersebut. Pada masa kolonial Belanda, kawasan ini disebut dengan Riouw, sementara masyarakat setempat mengejanya menjadi Riau.

Pada awal kemerdekaan Indonesia, wilayah Riau tergabung dalam Provinsi Sumatera yang berpusat di Kota Bukittinggi. Kemudian Provinsi Sumatera dimekarkan menjadi tiga provinsi, yakni Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Selanjutnya pada tahun 1957, berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19 tahun 1957, Provinsi Sumatera Tengah kembali dimekarkan atas 3 provinsi yaitu Riau, Jambi dan Sumatera Barat. Kemudian berdasarkan Kepmendagri nomor Desember 52/I/44-25, pada tanggal 20 Januari 1959Kota Pekanbaru resmi menjadi ibu kota provinsi Riau mengantikan Kota Tanjung Pinang.

Pada tahun 2002, berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2002, Provinsi Riau juga dimekarkan lagi atas 2 provinsi yaitu Riau dan Kepulauan Riau. Sehingga wilayah administrasi Provinsi Riau selanjutnya adalah dikurangi dengan wilayah Provinsi Kepulauan Riau sekarang. Penduduk provinsi Riau terdiri dari bermacam-macam suku bangsanya. Mereka bermukim di wilayah perkotaan dan di pedesaan di seluruh pelosok provinsi Riau. Adapun etnis yang terdapat di provinsi Riau antara lain melayu, jawa, minangkabau, batak, bugis, aceh, sunda dan flores.

Suku Melayu merupakan suku mayoritas di provinsi ini dan terdapat pada setiap kabupaten dan kota, suku Jawa dan Sunda pada umumnya banyak berada pada kawasan transmigran. Sementara etnis Minangkabau umumnya menjadi pedagang dan banyak bermukim pada kawasan perkotaan seperti PekanbaruDumai, serta terdapat juga di KamparKuantan Singingi, dan Rokan Hulu. Begitu juga orang Tionghoa pada umumnya sama dengan etnis Minangkabau yaitu menjadi pedagang dan bermukim pada kawasan perkotaan serta banyak juga terdapat pada kawasan pesisir timur seperti di BagansiapiapiSelatpanjangPulau Rupat dan Bengkalis. Suku Banjar dan Suku Bugis umumnya banyak terdapat di kabupaten Indragiri Hilir, terutama di Tembilahan. Selain itu di provinsi ini masih terdapat sekumpulan masyarakat terasing di kawasan pedalaman dan bantaran sungai seperti Orang SakaiSuku AkitSuku Talang Mamak, dan Suku Laut.

B.  Kondisi Sumber  Daya Provinsi Riau
a)   Geografi
Luas wilayah provinsi Riau adalah 87.023,66 km². Keberadaannya membentang dari lereng Bukit Barisan sampai Selat Malaka, dengan iklim tropis basah dan rata-rata curah hujan berkisar antara 2000-3000 milimeter per tahun yang dipengaruhi oleh musim kemarau serta musim hujan. Rata-rata hujan per tahun sekitar 160 hari.
b)   Sumber daya alam
Provinsi ini memiliki sumber daya alam, baik kekayaan yang terkandung di perut bumi, berupa minyak bumi dan gas, serta emas, maupun kekayaan hasil hutan dan perkebunannya, belum lagi kekayaan sungai dan lautnya. Seiring otonomi daerah, secara bertahap mulai diterapkan sistem bagi hasil atau perimbangan keuangan. Aturan baru dari pemerintahan reformasi, memberi batasan dan aturan tegas mengenai kewajiban penanam modal, pemanfaatan sumber daya dan bagi hasil dengan lingkungan sekitar.
c)      Kependudukan
Jumlah penduduk provinsi Riau berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Riau tahun 2010 sebesar 5.543.031 jiwa. Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Kota Pekanbaru dengan jumlah penduduk 903.902 jiwa, sedangkan Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar 176.371 jiwa.

 C. PEREKONOMIAN
Riau selama ini dikenal memiliki keunggulan komparatif karena letaknya yang strategis, selain letaknya yang strategis, riau selama ini dikenal sebagai provinsi yang kaya dengan sumber daya alam seperti :

Pertanian & perkebunan
Perkebunan yang berkembang adalah perkebunan karet dan perkebunan kelapa sawit, baik itu yang dikelola oleh negara ataupun oleh rakyat. Selain itu juga terdapat perkebunan jeruk dan kelapa. Untuk luas lahan perkebunan kelapa sawit saat ini propinsi Riau telah memiliki lahan seluas 1.34 juta hektar. Selain itu telah terdapat sekitar 116 pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) yang beroperasi dengan produksi coconut palm oil (CPO) 3.386.800 ton per tahun.

Hutan & ikan
Pembangunan kehutanan pada hakekatnya mencakup semua upaya memanfaatkan dan memantapkan fungsi sumber daya alam hutan dan sumber daya alam hayati lain serta ekosistemnya, baik sebagai pelindung dan penyangga kehidupan dan pelestarian keanekaragaman hayati maupun sebagai sumber daya pembangunan. Namun dalam realitanya tiga fungsi utamanya sudah hilang, yaitu fungsi ekonomi jangka panjang, fungsi lindung, dan estetika sebagai dampak kebijakan pemerintah yang lalu.
Hilangnya ketiga fungsi diatas mengakibatkan semakin luasnya lahan kritis yang diakibatkan oleh pengusahaan hutan yang mengabaikan aspek kelestarian. Efek selanjutnya adalah semakin menurunnya produksi kayu hutan non HPH, sementara upaya reboisasi dan penghijauan belum optimal dilaksanakan. Masalah lain yang sangat merugikan tidak saja provinsi Riau pada khususnya tapi Indonesia pada umumnya, adalah masalah ilegal logging yang menyebabkan berkurangnya kawasan hutan serta masalah pengerukan pasir secara liar.

Industri dan pertambangan
Pada provinsi ini terdapat beberapa perusahaan berskala internasional yang bergerak di bidang minyak bumi dan gas serta pengolahan hasil hutan dan sawit. Selain itu terdapat juga industri pengolahan kopra dan karet.
Beberapa perusahaan besar tersebut diantaranya Chevron Pacific Indonesia anak perusahaan Chevron Corporation, PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk di Perawang, dan PT. Riau Andalan Pulp & Paper di Pangkalan Kerinci.

D. PERMASALAHAN
Walau peluang investasi di riau sangat tinggi namun masih dijumpai beberapa masalah dan kendala yang tidak ditangani dengan serius dapat menjadi factor penghambat masuknya investasi ke riau. Berapa diantara masalah dan kendala tersebut berasal dari lingkungan eksternal yang tidak bias dikendalikan.
Berapa masalah yang relative sukar di atas adalah :
v  Setuasi ekonomi – politik internasional yang semakin tidak stabi
v  Tarik ulur penerapan otonomi daerah
v  Masalah keamanan ( fisik dan asset )
v  Lamahnya penegakan hokum ( law enforcement )
v  Birokrasi yang tak efisien
v  Kurang tersedinya prasarana dan sarana
v  Kurangnya insentif pada calon investor
Untuk menanrik investasi, perludiciptakan iklim usaha yang konduktif. Untuk kasus riau, yang perlu di priyoritaskan adalah :
v  Adannya jaminan keamanan  ( fisik dan asset )
v  Membuat rule of the games
v  Menerapkan law enforcement
v  Penyediyaan prasarana dan sarana
v  Menerapkan good clean government
Untuk memperoleh hasil yang lebih oktimal semua potensi sumberdaya alam dan manusia, modal yang di dukung oleh prasarana dan sarana yang ada di perlukan langkah2 yang strategis, berapa langkah strategis yang perlu di laksanakan antaralain:

Letak riau sangat strategis, di selat malaka yang merupakan jalur laluintas perdagangan dunia dan dan berbatasan dengan Singapore dan Malaysia. Dengan demikian cukup besar peluang untuk mengembangkan berbagai bisnis yang terkait dengan factor letak yang strategis ini.

Riau kaya dengan sumberdaya alam (migas, perkebunan, hutan, laut dan ikan). Semua bisnis yang terkait dengan migas, perkebunan, hutan, laut dan ikan tersebut dengan demikian potensial untuk dikembangkan.
Perekonomian riau masih bersandar pada resurces based ( pertambangan, perkebunan karet, kelapa dan sawit, serta hasil – hasil hutan ). Perekonomian yang dilandaskan pada kemurahan alam ini tidak memberikan hasil yang berkelanjutan. Untuk memperoleh nilai tambah yang lebih tinggi perlu di kembangkan berbagi agro-industri dan produk – produk derivative dari hasil karet, kelapa dan kelapasawit tersebut. Dengan mengembangkan agro-industri dan produk – produk derivative di atas riau secara bertahap harus mamapu mentrasformasikan diri dari sekedar masyarakat petani ke masyarakat industry yang lebih maju.

Sebagai dampak otonomi daerah uang di riau semakin melimpah. Untuk memperoleh hasil yang optimum sebaiknnya arahkan limpahan dana untuk meningkatkan mutu SDM, pengembangan iptek, inovasi, manajerial, budaya maju untuk meningkatkan teknologi dan efisinsi serta membangun prasarana dan sarana ekonomi dan social strategis seperti trasportasi, komunikasi, pendidikan, kesehatan, dsb.

Rencana dalam jangka panjang haruslah mengacu pada visi Riau 2020 yang sudah disepakatibersama, yaitu : “untuk mewujudkan propinsi riau sebagi pusat perekonomian dan kebudayaan melayu se asia-tenggara pada tahun 2020 yang di dukung oleh masyarakat yang dinamis, beragama, dan sejatera secara lahir dan batin”
Sebagaimana diketahui, visi dalam kebijakan pembangunan merupakan suatu keadaan yang hendak dicapai secara bersama – sama dalam suatu tenggang waktu tertentu dimasa yang akan datang.
Untuk mewujudkan visi riau 2020 tersebut saat ini sedang di persipkan Riua Master Plan 2020. Salah satu aktifitas yang dilakukan dalam pembuatan Riau Master Plan 2020 iyalah jejak pendapat dari seluruh lapisan masyarakat yang ada diseluruh kabupaten/kota yang ada di riau.

Hasil jejak pendapat yang dilaksanakan oleh PPIP – UNRI memberikan indigasi mengenai prioritas pembangunan yang diungkapkan para stakebolder utama yang ada di riau. Tiga prioritas utama pembangunan adalah :
1.   Pembangunan infrastruktur, terutama transportasi, penyediaan air bersih, fasilitaskesehatan dan fasilitas industry hilir untuk pertanian sekala kecil.
2.   Ekonomi kerakyatan, dengan perhatian besar terhadap usaha pertanian sekala kecil, mengatasi kekurangan lahan dimasa depan, kekurangan infrastruktur, kekurangan kapasitas pemasaran dan pembiyayaan produksi.
3.     Pengembangan sumberdaya manusia, mengenai akses yang sangat rendah ke pasar tenaga kerja oleh penduduk tempatan dan angkatan kerja dengan kualaifikasi rendah.


PROSES PEMBUATAN UNDANG-UNDANG

DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD.

DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Apabila ada 2 (dua) RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang yang dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang disampaikan oleh presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

RUU yang sudah disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. Apabila setelah 15 (lima belas) hari kerja, RUU yang sudah disampaikan kepada Presiden belum disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan. Apabila RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

PROSES PEMBUATAN UNDANG-UNDANGPROSES PEMBAHASAN RUU DARI PEMERINTAH DI DPR RI

RUU beserta penjelasan/keterangan, dan/atau naskah akademis yang berasal dari Presiden disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presiden yang menyebut juga Menteri yang mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut.

Dalam Rapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh Pimpinan DPR, kemudian Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Terhadap RUU yang terkait dengan DPD disampaikan kepada Pimpinan DPD.

Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR bersama dengan Menteri yang mewakili Presiden.

PROSES PEMBAHASAN RUU DARI DPD DI DPR RI

RUU beserta penjelasan/keterangan, dan atau naskah akademis yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR, kemudian dalamRapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh DPR, Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna.

Bamus selanjutnya menunjuk Komisi atau Baleg untuk membahas RUU tersebut, dan mengagendakan pembahasannya. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, Komisi atau Badan Legislasi mengundang anggota alat kelengkapan DPD sebanyak banyaknya 1/3 (sepertiga) dari jumlah Anggota alat kelengkapan DPR, untuk membahas RUU Hasil pembahasannya dilaporkan dalam Rapat Paripurna.

RUU yang telah dibahas kemudian disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD untuk ikut membahas RUU tersebut.

Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian RUU dari DPR,Presiden menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR.




Senin, 08 Oktober 2012

Tuanku Tambusai Pahlawan Nasional

TUANKU Tambusai lahir di Dalu-dalu, Kabupaten Kampar, Riau pada 5 Oktober 1784 dari pasangan Ibrahim dan Munah.

Ayahnya, seorang pejabat tinggi agama di kerajaan Tambusai. Sebagai seorang pemuka agama Islam, ia mengajarkan pendidikan agama kepada anak-anaknya dengan penuh kedisiplinan.


Tuanku Tambusai yang awalnya dikenal dengan nama Muhammad Saleh ini juga diajari beladiri, termasuk ketangkasan menunggang kuda sejak usianya masih belia. Bukan hanya beladiri dan menunggang kuda, tata cara bernegara pun dipelajarinya dengan tekun.


Untuk lebih memdalami ilmu agamanya, Muhammad Saleh pergi menuntut ilmu ke Bonjol (sekarang Sumatera Barat) kemudian pindah lagi ke Rao. Di sana ia berguru pada beberapa ulama dan berkenalan dengan tokoh paderi, Tuanku Imam Bonjol.


Saat itu Minangkabau merupakan tempat terdekat dengan Tambusai yang berusaha memurnikan kembali ajaran agama di daerah itu. Untuk mencapai lokasi tersebut, Saleh harus menempuh 2 hari perjalanan dengan berjalan kaki.


Kemasyuran ulama besar seperti Haji Miskin, Haji Sumanik, Haji Piobang, dan Tuanku Nan Renceh, juga terdengar hingga ke wilayah Tambusai. Namun tidak ada pertentangan antara kaum adat dengan kaum Paderi. Berkat ketekunan belajarnya, Muhammad Saleh menjadi seorang paderi bergelar fakih.


Kemudian ia mendapat tugas menyebarkan dakwah ke daerah yang paling rawan waktu itu, yaitu Toba (sekarang Sumatera Utara) yang sebagian besar penduduknya menganut kepercayaan pelbegu. Ketika berdakwah di daerah itu, ia difitnah ingin merombak adat nenek moyang orang Batak. Karena fitnah itu ia merasa nyawanya terancam.


Merasa Toba sudah tak aman baginya, ia pun memutuskan kembali ke Rao (sekarang Sumatera Barat). Di sana ia menyiarkan agama Islam bersama Tuanku Rao ke berbagai pelosok seperti Airbangis dan Padanglawas kemudian ia mendirikan pesantren di kampungnya, Dalu-dalu.


Gelar Tuanku pun disandangnya karena tingkat keilmuannya yang tinggi dalam bidang agama. Dengan gelar itu ia ditugasi sebagai Panglima Paderi di Rao. Tuanku Tambusai, selain seorang panglima, ia juga merupakan salah seorang dari empat orang paderi yang berangkat ke Mekah di tahun 1820-an untuk mempelajari perkembangan pemikiran Islam di Tanah Suci.


Di berbagai tempat yang sekarang termasuk dalam administratif Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara ia mengadakan perlawanan terhadap penjajah. Dalam Perang Paderi (1821-1830), Tuanku Tambusai membawa pasukan yang beroperasi di bagian utara Sumatera Barat. Kemudian mengawali penyerangan terhadap Inggris di Natal (Sumatera Utara) pada tahun 1823.


Pada akhir tahun 1826, tentara Belanda tidak bisa dengan tenang masuk ke wilayah Natal karena dihadang oleh Tuanku Tambusai. Meskipun Natal sudah diserahkan Inggris ke tangan Belanda sesuai dengan Traktat London 1824.


Pada tahun 1830, Tuanku Tambusai bergabung dengan pasukan Rao setelah mengamankan wilayah Natal-Airbangis. Dengan cepat ia memimpin kekuatan di Dalu-dalu (Riau), Lubuksikaping, Padanglawas, Angkola, Mandailing, Pangkalpinang dan Natal. Tuanku Tambusai dan Rao kemudian mendirikan benteng yang terdiri dari tujuh lapis bambu terletak di Dalu-dalu. Namun pada September 1832, benteng itu jatuh ke tangan Belanda. Tuanku Tambusai memboyong pasukannya ke Tapanuli Selatan. Setelah Tuanku Rao gugur dalam pertempuran di Airbangis, praktis Tuanku Tambusailah yang memimpin pasukan Paderi di bagian utara Sumatera Barat.


Setelah Belanda mengangkat Tuanku Mudo (anak Tuanku Imam Bonjol) menjadi Regent Bogor, Tuanku Tumbasai sempat memimpin paderi pada tahun 1832. Dalam rentang waktu 15 tahun, tokoh paderi ini memporak-porandakan pasukan Belanda sehingga musuh berkali-kali harus meminta bantuan dari Padang dan Batavia. Pada tahun 1834, ia mulai mendirikan serangkaian benteng di Dalu-dalu.


Sebagai tokoh paderi, penampilannya tak selalu dengan baju putih dan tidak pula memelihara janggut sebagaimana paderi-paderi lainnya. Ia merupakan ancaman yang cukup serius bagi Belanda. Peranannya dalam mengurangi tekanan Belanda terhadap pertahanan utama Paderi di Bonjol sangat besar.


Pada tahun 1835, pasukannya mengepung kedudukan Belanda di Rao dan Lubuk Sikaping sehingga pasukan Belanda antara satu tempat dan tempat lain terputus. Adakalanya ia menyerang pos-pos militer Belanda di Tapanuli Selatan sehingga kekuatan Belanda yang mengepung Bonjol menjadi terpecah. Namun, pada Agustus 1837, Bonjol jatuh ke tangan Belanda.


Ia juga terkenal dengan kecerdikannya, hal itu terbukti dengan dihancurkannya benteng Belanda Fort Amerongen. Meskipun tak berlangsung lama, Bonjol yang telah jatuh ke tangan Belanda dapat direbut kembali. Karena keberaniannya itu, ia dijuluki sebagai de padrische van Rokan yang berarti harimau Paderi dari Rokan oleh Belanda.


Dalam perjuangannya ia tak hanya berhadapan dengan Belanda, namun juga saudara sebangsanya yang lebih memilih untuk berpihak kepada Belanda seperti Raja Gedombang (Regent Mandailing) dan Tumenggung Kartoredjo (bekas tentara Sentot Alibasyah).


Tuanku Tambusai berusaha membujuk serdadu Belanda asal Jawa untuk membantu perjuangan karena dalam pertempuran di Lubukhari tahun 1833, Belanda menggunakan para wanita setempat sebagai tameng. Solidaritas agama pun ia manfaatkan guna mendukung perjuangannya. Sayangnya Belanda mengetahui upaya tersebut. Akan tetapi sebanyak 14 orang serdadu Belanda asal Jawa sempat bergabung dengan Tuanku Tambusai.


Dalam perang paderi, Tuanku Tambusai merupakan sosok pemimpin terkemuka. Kehadirannya selalu diterima oleh penduduk di daerah yang dikunjunginya. Hal itu tercermin dari sejumlah gelar yang disandangnya, seperti Ompu Bangun, Ompu Cangangna, Ompu Sidoguran dan Ompu Baleo. Ketika pemimpin Fort Amerongen menawarkan perdamaian padanya, ajakan itu ditolaknya mentah-mentah. Hal tersebut menunjukkan keteguhannya dalam menjaga prinsip. Hal serupa juga terjadi pada tahun 1832, saat itu Letkol Elout mengajaknya berdamai di Padang Matinggo, Rao. Dengan tegas ia berpesan pada Elout agar tidak mencampuri urusan dalam negeri orang lain. Mendengar hal itu, Elout membalasnya dengan mengatakan bahwa di mana ada Belanda di sana ia membuat kuburan. Dengan lantang Tuanku Tambusai menjawab "Jika begitu sediakan bedil!"


Pada awal tahun 1838, pasukan Belanda menyerang Dalu-dalu dari dua arah, yakni Pasir Pengarayan dan dari Tapanuli Selatan. Serangan itu gagal karena Tuanku Tambusai sudah mendirikan benteng berlapis-lapis. Serangan berikutnya dilancarkan Belanda pada Mei 1838. Beberapa benteng dapat mereka rebut, namun Belanda memerlukan waktu beberapa bulan lagi sebelum perlawanan Tuanku Tambusai dapat mereka akhiri. Pada 28 Desember 1838, benteng pertahanan terakhir di Dalu-dalu jatuh ke tangan Belanda. Namun ia berhasil meloloskan diri dari kepungan Belanda dan para sekutu-sekutunya lewat pintu rahasia.


Di sungai Rokan ditemukan sampan kecil milik Tuanku Tambusai bersamaan dengan barang-barang miliknya seperti cincin stempel, Al-Quran, serta beberapa buah buku yang dibawanya dari Mekkah.


Di usianya yang telah cukup renta, 98 tahun, ia kemudian mengungsi ke Seremban, Malaysia. Ia meninggal dunia pada 12 November 1882 di Negeri Sembilan, Malaysia.


Atas jasa-jasanya pada negara, Tuanku Tambusai diberi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 071/TK/Tahun 1995, tanggal 7 Agustus 1995.


Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More