A. Sejarah
Provinsi Riau
Secara etimologi, asalkata Riau berasal dari kata Rio dalam bahasa
Portugis dapat bermakna
sungai, dan tercatat pada tahun 1514, ada sebuah ekspedisi militer
Portugis dikirim menelusuri sungai Siak dengan tujuan mencari lokasi
dari sebuah kerajaan yang diyakini mereka ada pada kawasan sungai tersebut.
Pada masa kolonial Belanda, kawasan ini disebut dengan Riouw, sementara masyarakat setempat
mengejanya menjadi Riau.
Pada awal kemerdekaan Indonesia,
wilayah Riau tergabung dalam Provinsi Sumatera yang berpusat di Kota Bukittinggi. Kemudian
Provinsi Sumatera dimekarkan menjadi tiga provinsi, yakni Sumatera Utara, Sumatera
Tengah, dan Sumatera Selatan. Selanjutnya pada tahun 1957, berdasarkan
Undang-undang Darurat Nomor 19 tahun 1957, Provinsi Sumatera Tengah kembali
dimekarkan atas 3 provinsi yaitu Riau, Jambi dan Sumatera Barat. Kemudian
berdasarkan Kepmendagri nomor Desember 52/I/44-25, pada tanggal 20 Januari 1959, Kota Pekanbaru resmi
menjadi ibu kota provinsi Riau mengantikan Kota
Tanjung Pinang.
Pada tahun 2002, berdasarkan
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2002, Provinsi Riau juga dimekarkan lagi atas 2
provinsi yaitu Riau dan Kepulauan Riau. Sehingga
wilayah administrasi Provinsi Riau selanjutnya adalah dikurangi dengan wilayah
Provinsi Kepulauan Riau sekarang. Penduduk provinsi Riau terdiri dari bermacam-macam suku
bangsanya. Mereka bermukim di wilayah perkotaan dan di pedesaan di seluruh
pelosok provinsi Riau. Adapun etnis yang terdapat di provinsi Riau antara lain melayu, jawa, minangkabau,
batak, bugis, aceh, sunda dan flores.
Suku Melayu merupakan suku mayoritas di
provinsi ini dan terdapat pada setiap kabupaten dan kota, suku Jawa dan Sunda
pada umumnya banyak berada pada kawasan transmigran. Sementara etnis
Minangkabau umumnya menjadi pedagang dan banyak bermukim pada kawasan perkotaan
seperti Pekanbaru, Dumai, serta
terdapat juga di Kampar, Kuantan Singingi, dan Rokan Hulu. Begitu juga
orang Tionghoa pada umumnya sama dengan etnis Minangkabau yaitu menjadi
pedagang dan bermukim pada kawasan perkotaan serta banyak juga terdapat pada
kawasan pesisir timur seperti di Bagansiapiapi, Selatpanjang, Pulau Rupat dan Bengkalis. Suku Banjar
dan Suku Bugis umumnya banyak terdapat di kabupaten Indragiri Hilir, terutama
di Tembilahan. Selain itu di
provinsi ini masih terdapat sekumpulan masyarakat terasing di kawasan pedalaman dan
bantaran sungai seperti Orang Sakai, Suku Akit, Suku Talang Mamak, dan Suku Laut.
B.
Kondisi Sumber Daya Provinsi Riau
a)
Geografi
Luas
wilayah provinsi Riau adalah 87.023,66 km². Keberadaannya membentang dari lereng Bukit
Barisan sampai Selat Malaka, dengan iklim tropis basah dan rata-rata curah
hujan berkisar antara 2000-3000 milimeter per tahun
yang dipengaruhi oleh musim kemarau serta musim hujan. Rata-rata hujan per
tahun sekitar 160 hari.
b)
Sumber daya alam
Provinsi ini memiliki
sumber daya alam, baik kekayaan yang terkandung di perut bumi, berupa minyak
bumi dan gas, serta emas, maupun kekayaan hasil hutan dan perkebunannya, belum
lagi kekayaan sungai dan lautnya. Seiring otonomi daerah, secara bertahap mulai
diterapkan sistem bagi hasil atau perimbangan keuangan. Aturan baru dari
pemerintahan reformasi, memberi batasan dan aturan tegas mengenai kewajiban
penanam modal, pemanfaatan sumber daya dan bagi hasil dengan lingkungan
sekitar.
c)
Kependudukan
Jumlah penduduk
provinsi Riau berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Riau tahun 2010
sebesar 5.543.031 jiwa. Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah penduduk terbanyak
adalah Kota
Pekanbaru dengan jumlah penduduk 903.902 jiwa, sedangkan
Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar
176.371 jiwa.
C.
PEREKONOMIAN
Riau selama ini dikenal
memiliki keunggulan komparatif karena letaknya yang strategis, selain letaknya
yang strategis, riau selama ini dikenal sebagai provinsi yang kaya dengan
sumber daya alam seperti :
Pertanian
& perkebunan
Perkebunan yang
berkembang adalah perkebunan karet dan perkebunan kelapa sawit, baik itu yang
dikelola oleh negara ataupun oleh rakyat. Selain itu juga terdapat perkebunan
jeruk dan kelapa. Untuk luas lahan perkebunan kelapa sawit saat ini propinsi
Riau telah memiliki lahan seluas 1.34 juta hektar. Selain itu telah terdapat
sekitar 116 pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) yang beroperasi dengan
produksi coconut palm oil (CPO) 3.386.800 ton per tahun.
Hutan
& ikan
Pembangunan kehutanan
pada hakekatnya mencakup semua upaya memanfaatkan dan memantapkan fungsi sumber
daya alam hutan dan sumber daya alam hayati lain serta ekosistemnya, baik
sebagai pelindung dan penyangga kehidupan dan pelestarian keanekaragaman hayati
maupun sebagai sumber daya pembangunan. Namun dalam realitanya tiga fungsi
utamanya sudah hilang, yaitu fungsi ekonomi jangka panjang, fungsi lindung, dan
estetika sebagai dampak kebijakan pemerintah yang lalu.
Hilangnya ketiga fungsi
diatas mengakibatkan semakin luasnya lahan kritis yang diakibatkan oleh
pengusahaan hutan yang mengabaikan aspek kelestarian. Efek selanjutnya adalah
semakin menurunnya produksi kayu hutan non HPH, sementara upaya reboisasi dan
penghijauan belum optimal dilaksanakan. Masalah lain yang sangat merugikan
tidak saja provinsi Riau pada khususnya tapi Indonesia pada umumnya, adalah
masalah ilegal logging yang menyebabkan berkurangnya kawasan hutan serta
masalah pengerukan pasir secara liar.
Industri
dan pertambangan
Pada provinsi ini
terdapat beberapa perusahaan berskala internasional yang bergerak di bidang
minyak bumi dan gas serta pengolahan hasil hutan dan sawit. Selain itu terdapat
juga industri pengolahan kopra dan karet.
Beberapa perusahaan
besar tersebut diantaranya Chevron Pacific Indonesia anak perusahaan Chevron
Corporation, PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk di Perawang, dan PT. Riau
Andalan Pulp & Paper di Pangkalan Kerinci.
D.
PERMASALAHAN
Walau peluang investasi
di riau sangat tinggi namun masih dijumpai beberapa masalah dan kendala yang
tidak ditangani dengan serius dapat menjadi factor penghambat masuknya
investasi ke riau. Berapa diantara masalah dan kendala tersebut berasal dari
lingkungan eksternal yang tidak bias dikendalikan.
Berapa masalah yang
relative sukar di atas adalah :
v Setuasi
ekonomi – politik internasional yang semakin tidak stabi
v Tarik
ulur penerapan otonomi daerah
v Masalah
keamanan ( fisik dan asset )
v Lamahnya
penegakan hokum ( law enforcement )
v Birokrasi
yang tak efisien
v Kurang
tersedinya prasarana dan sarana
v Kurangnya
insentif pada calon investor
Untuk menanrik
investasi, perludiciptakan iklim usaha yang konduktif. Untuk kasus riau, yang
perlu di priyoritaskan adalah :
v Adannya
jaminan keamanan ( fisik dan asset )
v Membuat
rule of the games
v Menerapkan
law enforcement
v Penyediyaan
prasarana dan sarana
v Menerapkan
good clean government
Untuk memperoleh hasil
yang lebih oktimal semua potensi sumberdaya alam dan manusia, modal yang di
dukung oleh prasarana dan sarana yang ada di perlukan langkah2 yang strategis,
berapa langkah strategis yang perlu di laksanakan antaralain:
Letak riau sangat strategis, di selat
malaka yang merupakan jalur laluintas perdagangan dunia dan dan berbatasan
dengan Singapore dan Malaysia. Dengan demikian cukup besar peluang untuk
mengembangkan berbagai bisnis yang terkait dengan factor letak yang strategis
ini.
Riau kaya dengan sumberdaya alam (migas,
perkebunan, hutan, laut dan ikan). Semua bisnis yang terkait dengan migas,
perkebunan, hutan, laut dan ikan tersebut dengan demikian potensial untuk
dikembangkan.
Perekonomian riau masih bersandar pada resurces based ( pertambangan,
perkebunan karet, kelapa dan sawit, serta hasil – hasil hutan ). Perekonomian
yang dilandaskan pada kemurahan alam ini tidak memberikan hasil yang
berkelanjutan. Untuk memperoleh nilai tambah yang lebih tinggi perlu di
kembangkan berbagi agro-industri dan produk – produk derivative dari hasil
karet, kelapa dan kelapasawit tersebut. Dengan mengembangkan agro-industri dan
produk – produk derivative di atas riau secara bertahap harus mamapu
mentrasformasikan diri dari sekedar masyarakat petani ke masyarakat industry
yang lebih maju.
Sebagai dampak otonomi daerah uang di
riau semakin melimpah. Untuk memperoleh hasil yang optimum sebaiknnya arahkan
limpahan dana untuk meningkatkan mutu SDM, pengembangan iptek, inovasi,
manajerial, budaya maju untuk meningkatkan teknologi dan efisinsi serta membangun
prasarana dan sarana ekonomi dan social strategis seperti trasportasi,
komunikasi, pendidikan, kesehatan, dsb.
Rencana
dalam jangka panjang haruslah mengacu pada visi Riau 2020 yang sudah
disepakatibersama, yaitu : “untuk
mewujudkan propinsi riau sebagi pusat perekonomian dan kebudayaan melayu se
asia-tenggara pada tahun 2020 yang di dukung oleh masyarakat yang dinamis,
beragama, dan sejatera secara lahir dan batin”
Sebagaimana
diketahui, visi dalam kebijakan pembangunan merupakan suatu keadaan yang hendak
dicapai secara bersama – sama dalam suatu tenggang waktu tertentu dimasa yang
akan datang.
Untuk
mewujudkan visi riau 2020 tersebut saat ini sedang di persipkan Riua Master
Plan 2020. Salah satu aktifitas yang dilakukan dalam pembuatan Riau Master Plan
2020 iyalah jejak pendapat dari seluruh lapisan masyarakat yang ada diseluruh
kabupaten/kota yang ada di riau.
Hasil
jejak pendapat yang dilaksanakan oleh PPIP – UNRI memberikan indigasi mengenai
prioritas pembangunan yang diungkapkan para stakebolder
utama yang ada di riau. Tiga prioritas utama pembangunan adalah :
1. Pembangunan
infrastruktur, terutama transportasi, penyediaan air bersih, fasilitaskesehatan
dan fasilitas industry hilir untuk pertanian sekala kecil.
2. Ekonomi
kerakyatan, dengan perhatian besar terhadap usaha pertanian sekala kecil,
mengatasi kekurangan lahan dimasa depan, kekurangan infrastruktur, kekurangan
kapasitas pemasaran dan pembiyayaan produksi.
3. Pengembangan
sumberdaya manusia, mengenai akses yang sangat rendah ke pasar tenaga kerja
oleh penduduk tempatan dan angkatan kerja dengan kualaifikasi rendah.
0 komentar:
Posting Komentar